SANANA,Lokomalut.com- Ketidakpuasan warga Kepulauan Sula terhadap Gubernur Maluku Utara, Serly Djoanda, kembali mencuat terkait Dana Bagi Hasil (DBH) senilai 45 miliar rupiah yang belum dibayarkan.
Warga merasa bahwa keterlambatan ini menghambat pembangunan dan pelayanan publik di daerah mereka. Namun, reaksi netizen di media sosial justru beragam, dengan sebagian besar menyalahkan kritikan tersebut dan menilai bahwa Kepulauan Sula seolah-olah diperlakukan sebagai “anak tiri” provinsi Maluku Utara.
Sandra Weu, salah satu warga Kepulauan Sula menyuarakan kekecewaan mereka, menuntut transparansi dan kejelasan mengenai alasan di balik penundaan pembayaran DBH tersebut. Mereka berpendapat bahwa DBH itu sangat penting untuk mendukung berbagai proyek infrastruktur dan program kesejahteraan masyarakat.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Serly harus se bayar orang pung DBH itu, jangan hanya bikin tiktok-tiktok saja. Se suara menang banyak di Kabupaten Kepulauan Sula. jang hanya bayar di 9 kabupaten saja,” kritikan Sandra Weu melalui video pendek yang beredar di media sosial.
Selain itu, ia pun meminta agar gubernur Maluku Utara Serly Djoanda, untuk tidak menyimpan rasa dendam pada saat momentum politik kemarin.
“Heei ibu Serly, kenapa seng bayar orang Sula pung Hak, harus di bayar Jang bermain di tiktok terus. Mau jadi pemimpin itu Jang dendam segala macam, kalo jadi pemimpin itu yang baik,” ujarnya.
Di sisi lain, banyak netizen yang mempertanyakan kritik tersebut, dengan beberapa berargumen yang tidak etis. Seakan Kepulauan Sula bukan bagian dari Maluku Utara.
“Bicara saja takancing model orang epilepsi kong protes ibu Gubernur Sherly Tjoanda. Memang yang dong bilang orang Sanana makang puji kandati susah malendong ini model parampuang gagu ini. Bicara me ba kumur, tabolabale malintang kiri kong satu muka kamari protes apa itu e,” kata akun “Bernadus boleng” pada postingan Facebook yang menanggapi video Sandra Weu tersebut.
Selain itu, akun Facebook Bernadus boleng memberikan komentar yang mana seakan menyerang orang Sula.
“Lobang Idong model kerbau ni. Orang Sanana bagini samua kaapa,” tulisnya.
Komentar dan postingan Bernadus boleng itu, mendapat tanggapan positif pada postingan akun Facebook Sahrul Takim Liem, yang merupakan Ketua STAI Babussalam Maluku Utara.
“Ingat, Sandra Alias Samsiar Weu dalam menyampaikan pendapat masih bisa dibenarkan baik secara personal maupun sebagai bagian dari warga provinsi Maluku Utara, bahkan masih lebih jauh Bijak dari Tete Ali yang Kase Kaluar Kata-kata kurang etis namun diterima sebagai suatu candaan,” ujar Sahrul Takim Liem dalam postingannya.
Tak hanya itu, Sahrul pun menegaskan kepada netizen untuk dewasa dalam bermedia sosial. Menurutnya, pendapat Sandra Weu merupakan suatu protes yang di jamin oleh undang-undang.
“Jadi jangan sok pintar bermedia sosial, seolah orang Sula ini tidak paham bermedia sosial. Stop generalisir suatu kasus Individual yang tidak representatif. Setiap orang punya hak berekspresi, apalagi dalam aspek demokrasi pemerintahan, Rakyat punya hak menyampaikan pendapat secara individu selama itu benar baik fakta maupun secara regulasi maka dijamin Negara. Sedangkan pemerintah tugasnya mendengarkan dan bahkan memenuhi kebutuhan setiap masyarakat,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menekankan, agar netizen tidak bertindak seolah dirinya adalah Gubernur Maluku Utara. Sahrul pun meminta agar netizen tidak berstatement yang berlebihan, hingga menyinggung perasaan masyarakat Kepulauan Sula.
“NGONI YANG BUKAN GUBERNUR tiba-tiba BAPER seolah TERSINGGUNG, TERSAKITI, TERJALIMI. Bipikir yang rasional kawan. Kita Sedang Berpemerintahan, bukan Sedang BERDIRI DENGAN SUKU, AGAMA RAS DAN ETNIS tertentu. Sekali lagi Gubernur Serly itu Pemimpin kita semua rakyat Maluku Utara, jadi jangan berkomentar seolah menyinggung hati rakyat Kabupaten Kepulauan Sula,” tutupnya. (red)